Friday, December 29, 2023
Google search engine
HomeDrama Kasus Kopi Bersianida Akan Berakhir?; Bagaimana Prediksi Anda?

Drama Kasus Kopi Bersianida Akan Berakhir?; Bagaimana Prediksi Anda?

Berikut sekilas, ulasan dan berbagai komentar tentang kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin setelah meneguk minuman es Kopi yang diduga mengandung racun sianida.

Drama sinetron Kasus Jessica Kumolo Wongso Kopi Bersianida laksana Benang Ruwet yang tak jelas pangkal dan ujungnya yang diekspos secara live terus menerus di media televisi. Bisa juga kita katakan sebagai drama persidangan panjang, melelahkan dan alot yang pertontonkan ke masyarakat luas. Jalannya persidangan diwarnai dengan adu pintar, kelihaian berdalih kedua sisi penuntut dan terdakwa, melalui kuasa hukumnya, alat bukti yang ada, saksi saksi, saksi ahli dan bahkan menghadirkan pihak kepolisian Australia untuk memberikan keterangan tentang Jessica dalam drama persidangan.

Siapakah Jessica atau Mirna ini ya? kok sampai sedemikian hebohnya kasus ini?

Drama kasus terbunuhnya Wayan Mirna Salihin atau Mirna dengan terdakwa Jessica memang menjadi perhatian khusus masyarakat luas, dan para pakar hukum. Pemberitaan kasus Jessica Kopi Bersianida ini, bahkan tidak kalah menariknya bisa menyaingi pemberitaan panasnya suhu perpolitikan jelang Pilgub DKI Jakarta 2017.

Jessica Kumala Wongso didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Mirna dalam kasus ‘kopi sianida’ dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Banyaknya pemberitaan televisi – termasuk juga siaran langsung, yang mengabarkan detail persidangan yang berlangsung dari hari ke hari ditambah dengan berbagai wawancara dari sejumlah pakar yang mengomentari kasus tersebut. Berbagai komentar, pendapat pun bermunculan dari masyarakat di berbagai media sosial, para pakar hukum. Hingga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat pun mengeluarkan himbauan kepada seluruh stasiun televisi untuk menjunjung tinggi prinsip jurnalistik, menerapkan prinsip praduga tak bersalah dalam peliputan ataupun pemberitaan, tidak melakukan penghakiman, serta menghargai proses hukum yang sedang berlangsung. – bbc.com 15/08/2016
Berikut berbagai kicauan yang ada di berbagai media sosial seperti twitter dan lain-lainnya:
– “Jessica sebagai pembunuh Mirna, atau Jessica hanya sebagai korban persekongkolan jahat?”
– “Jika stasiun televisi meletakan isu ini sebagai isu publik, misalnya dari sisi hukum, apakah diulas secara komperhensif dalam artian membawa ini sebagai masalah struktural dan sistem hukum,” katanya.
– “Ini sama dengan mempertanyakan siaran berita soal kecelakaan di jalan tol misalnya, yang katakanlah melibatkan tiga kendaraan. Jika pemberitaan hanya sampai disitu, tetapi tidak membawanya pada isu publik, misalnya masalah penerangan jalan, atau masalah struktural lain, itu bukan untuk kepentingan publik.”
Sejumlah pengguna media sosial juga mengungkapkan keresahan yang sama,
– “Ini Jessica-Mirna siapa sih? Orang penting di negeri ini bukan sih? Penting buat konsumsi publik gak sih? Aneh deh,” tulis @dayatpiliang.

Dan hingga pada akhirnya, Rabu, 5 Oktober 2016 kemarin, sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bahwa terdakwa Jessica Kumolo Wongso, dituntut dengan hukuman penjara 20 tahun. Jessica ditetapkan oleh polisi sebagai tersangka meninggalnya Wayan Mirna Salihin usai meneguk es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016. Kopi tersebut diduga mengandung racun sianida.

Bagaimana prediksi anda, atas pembelaan terdakwa Jessica terhadap tuntutan JPU hukuman penjara selama 20 tahun ?
Komentar, prediksi atau perkiraan dari para pengamat hukum, pengacara ternama di negeri ini, salah satunya adalah Hotman Paris.

Dikutip dari JawaPos.com tentang- Pekan depan, terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan kopi bersianida, Jessica Kumala Wongso akan membacakan pembelaan atas tuntutan hukuman 20 tahun. Tidak hanya kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan yang melihat Jessica punya kans bebas. Pandangan serupa muncul dari pengacara gaek Hotman Paris Hutapea.

Saat dihubungi Jawa Pos, dia mengatakan ada cela yang bisa dimanfaatkan untuk menggugurkan bukti milik jaksa penuntut umum (JPU). Terutama, soal Closed Circuit Television (CCTV) yang dijadikan bukti dalam persidangan. ’’Merujuk pada Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) 7 September 2016, bukti CCTV tidak sah,’’ katanya.

Hotman menjelaskan, putusan MK itu merujuk pada uji materi Pasal 5 ayat 1, dan Pasal 44 huruf b UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh Setya Novanto. Mantan Ketua DPR itu melakukan uji materi setelah kasus yang beken dengan nama Papa Minta Saham.

Saat itu, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin merekam secara diam-diam perbincangannya dengan Setya. Atas putusan MK itu, rekaman tidak bisa dijadikan bukti pemufakatan jahat. MK memutuskan, alat bukti rekaman yang bukan berasal dari aparat penegak hukum tidak bisa digunakan untuk penyidikan.

’’Rekaman baru sah sebagai alat bukti apabila dibuat atas permintaan penegak hukum,’’ katanya. Dia menambahkan, ada fakta kalau CCTV dari cafe Olivier dibuat bukan atas permintaan penyidik. Ujung-ujungnya, tidak sah juga kesaksian dari para ahli yang memberikan keterangan atas isi CCTV.

Nah, Hotman menegaskan, putusan MK harus dipatuhi oleh polisi, jaksa, dan hakim. Sama seperti saat MK menghapus upaya hukum banding dan kasasi atas putusa pra peradilan. Jika itu bisa dijalankan, soal rekaman elektronik harus dilaksanakan. ’’Konsekuensi logis, Jessica harus bebas,’’ urainya.

Ini menurut JPU Ardinto yang diambil dari news.liputan6.com
Menurut Ketua JPU Ardito, tuntutan 20 tahun sudah sesuai, serta merupakan hukuman yang maksimal.

“Artinya kan ini juga sebuah hukuman maksimal, 20 tahun dengan tak ada hal yang meringankan, 20 tahun juga sebuah hukuman maksimal,” ujar Ardito di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2016).

Terkait pernyataan dari pengacara Jessica yang menantang JPU untuk memberikan hukuman maksimal sesuai Pasal 340 yang didakwakan, Ardito punya jawaban tersendiri.

“Silakan saja. Itu silakan mau berkomentar seperti apa. Pertimbangan kami ini tuntutan yang pantas bagi terdakwa,” kata dia.

Ardito menyatakan, tuntutan 20 tahun penjara tak menunjukkan mereka goyah dalam menentukan hukuman yang tepat bagi Jessica.

“Kami dalam pembuktian mantap sekali. Cuman, ya itulah. Kami berada pada sisi subjektivitas kami. Kami anggap 20 tahun hukuman yang pantas,” tegas dia.

“Kalaupun hakim melihat lebih objektif, masyarakat juga punya pandangan lain. Kalau hakim merasa kurang berat, akan diperberat, itu hak dia,” Ardito memungkasi.

editor; lea
sumber: jpnn.com, bbc.com, liputan6.com dan berbagai sumber

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments