KONGLOMERASI
Definisi konglomerasi itu adalah perusahaan yang punya bisnis beragam dan bisa-bisa tidak ada kaitan antara satu sama lain. Bisa jadi salah kaprah itu muncul karena pada saat itu masih banyak orang, termasuk media, yang tidak paham soal struktur hukum dan bisnis dari perusahaan-perusahaan besar di Indonesia serta bidang bisnis yang digelutinya. Memang ada perusahaan yang punya bisnis yang beragam dan kaitan antara satu dengan lainnya tidak tinggi, dan ini bisa disebut sebagai konglomerat, tapi ada pengusaha yang memang punya bermacam-macam perusahaan tapi masing-masing bergerak terpisah di bisnis tertentu.
Dari segi aktivitas bisnis, entitas berbentuk konglomerat selalu mendapat sorotan dalam kaitan dengan kemampuan melakukan value creation. Maklum, dengan bergerak di berbagai bidang, apalagi yang kaitan antara satu dengan yang lain sangat jauh, sulit bagi manajemen perusahaan untuk punya fokus dalam aktivitasnya, yang pada akhirnya berimbas ke core competence yang bisa dibangun. Masalah lain, seperti disebut bapak positioning, Al Ries, yang namanya konglomerat tidak punya positioning yang clear.
Konglomerasi Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan media menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak media. Konglomerasi ini dilakukan dengan melakukan korporasi dengan perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi yang sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture / merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam skala besar. Akibatnya kepemilikan media yang berpusat pada segelintir orang. Contoh dalam hal ini Trans7 dan Trans TV berada pada payung bisnis yang sama yakni Trans Corp yang dikuasai oleh Chairul Tanjung , Global TV, RCTI dan TPI bergabung dalam Group MNC dan bertindak selaku pemilik di Indonesia adalah hary Tanoesoedibyo, TV One dan ANTV bernaung di bawah bendera Bakrie Group dengan Boss utama Abu Rizal bakrie, SCTV yang sebahagian besar sahamnya dimiliki oleh Eddy Sariatmadja, dan yang terakhir Metro TV dengan Surya Paloh pemimpinnya yang termasyhur karena wajahnya sering ditampilkan oleh TV yang dimilikinya sendiri.
Konglomerasi di Indonesia menyebabkan satu orang dapat menguasai banyak media muncul, sehingga orang tersebut dapat mengendalikan berbagai media dalam satu waktu, dari kebijakan yang harus dianut, berita mana yang layak di publikasikan, nilai-nilai yang dianut dan sebagainya. Akibatnya jika media yang tergabung dalam satu group tertentu maka berita dan informasi yang disampaikan akan homogen. Selain itu berita yang disampaikah hanya berita yang dianggap menguntungan secara ekonomi. Akhirnya Pers tidak lagi dinilai dari seberapa besar nilai berita yang ada, tetapi berapa banyak keuntungan yang akan didapatkan dari pemuatan berita tersebut. Sebetulnya ini merupakan tanda-tanda bahwa tidak ada regulasi yang mengatur tentang kepemilikan media.
Dampak yang paling berbahaya adalah pembentukan opini media yang bisa jadi menjadi opini publik. Bisa jadi karena kuatnya konglomerasi yang ada membuat pemilik media dapat membuat opini media menjadi opini publik, Ini bisa terjadi ketika banyak media (yang sebenarnya masih satu konglomerasi) meng “opinikan” hal sama. Masyarakat awam yang tidak tahu mengira itu adalah opini publik karena banyak media mengopinikan sesuatu yang sama.- dianprovie221.blogspot.co.id
——————–
Konglomerasi Indonesia Tumbuh Pesat dalam 15 Tahun Terakhir
Perusahaan-perusahaan besar kini telah menjelma menjadi konglomerasi yang menopang ekonomi Indonesia. Beberapa perusahaan bahkan telah mengembangkan berbagai sektor bisnis hingga ke luar negeri.
Menurut Presiden Komisaris Pertamina Tanri Abeng, pertumbuhan konglomerasi perusahaan ini telah terlihat sejak 15 tahun yang lalu. Terdapat beberapa penyebab dari menjamurnya praktik konglomerasi ini, di antaranya adalah kebijakan pemerintah yang akhirnya melunak kepada kalangan pengusaha.
“Di Indonesia, dalam 15 tahun terakhir, konglomerasi perusahaan nasional telah berkembang pesat. Seperti perusahaan rokok. Dulu terbesar 3 Indonesia sekarang telah memiliki bank, dan perkebunan,” jelasnya dalam acara World Islamic Economic Forum, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
“Kenapa tumbuh cepat karena kebijakan ekonomi Indonesia memberikan stimulus bagi konglomerasi,” imbuhnya.
Hal ini terlihat dari tumbuhnya berbagai aset perusahaan, terutama perusahaan BUMN. Bahkan, saat ini, perusahaan BUMN telah memiliki aset yang meningkat hingga empat kali lipat.
“Pelaku ekonomi terbesar ketiga adalah BUMB. Ketika saya jadi Menteri BUMN, asetnya ada USD150 miliar sekarang USD600 miliar. Pertumbuhan begitu cepat. Lewat lembaga bisnis yang berbeda semuanya terus tumbuh,” tutupnya.
Untuk itu, butuh pengembangan secara intensif dari pemerintah dalam rangka menumbuhkan sektor usaha di Indonesia. Utamanya adalah UMKM yang saat ini masih membutuhkan sumber pendanaan. – okezone.com