Saturday, June 22, 2024
Google search engine
HomePendidikanSejarahLumajang Kota Kuno Yang Hampir Terlupakan

Lumajang Kota Kuno Yang Hampir Terlupakan

” AYO BANGKIT KEMBALI LUMAJANGKU…”

Siapa yang tidak tahu akan Kota Lumajang?
Hampir seluruh orang di Indonesia bahkan sebagian di dunia tahu tentang keberadaan Kota Lumajang melalui membaca cerita sejarah dan yang juga terkenal karena Gunung Semeru nya. Lumajang memang kota yang penuh dengan cerita sejarah di masa lalu, yang berdampingan dengan Kerajaan Majapahit. Bahkan keberadaan Kerajaan Lumajang lebih dulu ada sebelum Kerajaan Majapahit.

Berikut koleksi berita tentang Sejarah dan Misteri Kerajaan Lumajang Masa Lalu

Kota Lumajang Kota Kuno Hebat Yang Harus Dikembangkan

Begini cerita dan beritanya:

Lumajang adalah sebuah kota kecil yang terletak disebelah timur kaki gunung Semeru di propinsi Jawa Timur. Lumajang dapat di tempuh dalam waktu sekitar 4 jam dari Surabaya ke arah selatan. Secara astronomis wilayah Lumajang terletak pada 11253-11323’ Bujur Timur dan 754’-823’. Secara geografis wilayah Lumajang dikelilingi oleh pegununganvulkanik dengan puncak-puncaknya berupa gunung api aktif. Di sebelah barat ada gunung Semeru yang merupakan gunung berapi aktif dan juga gunung tertinggi di pulau Jawa. Disebelah utara ada pegunungan Tengger, Bromo yang juga merupakan gunung berapi aktif. Dan juga gunung Lamongan.

Letak Lumajang yang di apit oleh pegunungan menyebabkan wilayah Lumajang mempunyai lahan yang subur. Menurut Fisiografi Pannekoek (1949) wilayah Lumajang bagian utara dimana terdapat gunung Semeru, pegunungan Tengger, gunung Lamongan merupakan zona vulkanik tengah sedangkan bagian selatan yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia merupaka zona plato yang membentang mulai dari pantai popoh, Blitar selatan, Malang selatan, Lumajang selatan

Berdasarkan beberapa penemuan arkeologis yang berupa penemuan manik-manik, beberapa watu lumpang, punden berundak dan menhir menunjukan bahwa wilayah Lumajang sudah dihuni oleh manusia prasejarah, walaupun sampai saat ini belum ditemukan fosil manusia purba. Pada masa selanjutnya yaitu masa Hindu-Budha Lumajang juga disebut-sebut dalam beberapa sumber sejarah yaitu dalam kitab Pararaton, Negarakertagama, Kidung Harsa Wijaya, Bujangga Manik, Serat Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda.

Selain data tekstual di wilayah Lumajang juga ditemukan beberapa prasasti yaitu, prasasti Ranu Gembolo yang dibuat pada masa pemerintahan Kameswara raja Kadhiri, prasasti Pasrujambe. Prasasti Mula Malurung yang ditemukan di Kediri menyebutkan nama Lumajang dan juga disebutkan bahwa yang menjadi juru (pelindung) di Lamajang adalah Nararyya Kirana. Nararyya Kirana sendiri merupakan putra dari Nararyya Seminingrat (Wisnuwardhana) raja Singhasari. Prasasti ini berangka tahun 1177 Saka atau 1255 M, merupakan data tertulis tertua yang menyebutkan nama Lamajang. Prasasti Mula Malurung menjadi tonggak dasar penetapan hari jadi Kabupaten Lumajang.

Pada masa Majapahit, nama Lamajang mulai muncul lagi terkait dengan pemberian tanah hadiah oleh Raden Wijaya kepada Arya Wiraraja atas jasa-jasanya telah membantu Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang.

Janji Raden Wijaya kepada Arya Wiraraja diceritakan dalam kidung Panji Wijayakrama yang dikutip oleh Slamet Mulyana (2006:122) bahwa Raden Wijaya secara jujur berjanji kepada Wiraraja, jika kelak Kabul maksudnya, dapat menguasai pulau Jawa, sebagai tanda terima kasih, kerajaan akan dibagi menjadi dua antara Raden Wijaya dan Arya Wiraraja, dimana Arya Wiraraja mendapatkan Lamajang Tigang juru meliputi Lamajang, Panarukan, dan Blambangan (Rangkuti,2003:27).

Sesudah Arya Wiraraja meninggal, yang menguasai Lamajang adalah Mpu Nambi. Kekuasaan Mpu Nambi di Lamajang tidak bertahan lama di karenakan serangan oleh Majapahit dibawah pemerintahan Jayanegara. Serangan Majapahit tersebut berhasil memporak-porandakan Lamajang bahkan pertahanan Mpu Nambi di Pajarakan juga ikut hancur. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Lamajang dikunjungi dalam rangka kunjungan kenegaraan. Hal itu tercatat dalam naskah Nagarakrtagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, yang menyebutkan beberapa nama tempat di Lamajang yang disinggahi oleh Hayam Wuruk antara lain, Padhali (Ranubedali), Arenon (Kutorenon), Panggulan, Payaman, Rembang (Tempeh), Kamirahan, Kunir.

Menurut Gunadi (1990) ada 8 kota kuno di Lumajang yaitu, Kertosari, Lumajang, Pajarakan, Kandangan, Kunir, Kutorenon, Kertowono dan Pasrujambe. Lumajang pada masa Islam juga selalu menjadi incaran kerajaan-kerajaan Islam yaitu Demak dan Mataram. Secara geografis Lumajang memang harus di taklukan terlebih dahulu untuk menguasai daerah tetangganya yaitu Blambangan. Sultan Agung dari Mataram melakukan hal tersebut, sebelum melakukan penyerangan ke Blambangan, pasukan Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Alap-alap menaklukan Lumajang. Pada saat penyerangan Mataram ke Blambangan, Lumajang menjadi pos penyerangan.

Ketika Nusantara berada dibawah pengaruh VOC, Lumajang juga dikuasai oleh VOC. Pada waktu itu status Lumajang adalah kepatihan. Sedangkan pada masa Hindia Belanda, berdasarkan statblat no 319/1927 Lumajang bagian dari kabupaten Probolinggo.

Lumajang terdiri dari 4 distrik, yaitu
– distrik Yosowilangun,
– Lumajang (kota),
– Klakah, dan
– Pasirian.

Loemajang tempo Doeloe
Loemajang tempo Doeloe

Baca juga ini:
Tempat Wisata Terbaik di Lumajang Jawa Timur

26 Tempat Wisata Terbaik di Lumajang Jawa Timur

Pada tahun 1928 Lumajang menjadi kabupaten sendiri, hal itu berdasarkan statblat no 319/1928 Lumajang dari kepatihan berubah menjadi Regensh atau kabupaten. Lumajang merupakan kota yang telah ada sejak masa Kadhiri, Singhasari, Majapahit, Islam, Kolonial, bahkan pada masa Jepang dan sesudah kemerdekaan Lumajang juga menunjukan eksistensinya.

Melihat dari perjalanan Lumajang yang begitu lama, membuktikan bahwa Lumajang pantas disebut sebagai kota tua yang tetap eksis setelah Tuban.

“Akan tetapi kota kuno yang telah mengalami sejarah panjang sekarang masih tertidur, sejarah masa lalunya kurang mendapatkan perhatian. Bahkan perkembangan kotanya saat ini terasa lambat bila dibandingkan dengan tetangga kabupatenya yaitu Malang, Jember, dan Probolinggo”.

LUMAJANG AYOLAH BANGKIT, ULANGI KEJAYAAN MASA LALU.

oleh: Lutphita Simahamara – kompasiana.com

Lumajang – Hebat
Arek-arek Lumajang mestine yo dadi wong-wong Hebat 
Ayo rek ojo kaekahan turu, … kerjo, kerjo n kerjo rek.
Ayo tangi.. tangi…, bersama kita membangun kota Lumajang !

Baca juga ini:

Lumajang: ‘Rek Ayo Rek Mlaku Mlaku Nang Lumajang…, Ayo Jang’

Dunia Berduka Atas Meninggalnya Salim Kancil Aktivis Lumajang

Bukan Demak, Tapi Lumajang Kerajaan Islam Tertua Di Jawa

Kerajaan Lamajang

BUMI LAMAJANG
Sebuah Perjalanan Panjang Sejarah Yang Menorehkan Bekas Kejayaan

Menapak untaian lintasan perjalanan masa lampau tentang keberadaan serta masa kejayaannya sebagai bagian dari perjalanan sejarah, dimana KERAJAAN LAMAJANG telah mengukir bagian dari masa lalu itu sendiri dengan melintasi masa Kejayaan Kerajaan Singasari, Majapahit serta Mataram Islam, hal ini dibuktikan melalui beberapa fakta sejarah yang pernah menyebut tentang Kerajaan Lamajang yaitu diantaranya Prasasti Mula Malurung, Naskah Negara Kertagama, Kitab Pararaton, Kidung Harsa Wijaya, Kitab Pujangga Manik, Serat Babat Tanah Jawi,”Serat Kanda, Kidung Sorandaka, Kidung Panji Wijayakrama, Kidung Ranggalawe, Prasasti Kudadu dan Prasasti Sukamerta.

Keberadaan Kerajaan Lamajang ditengarai pada masa Kerajaan Singasari dengan rajanya Wisnuwardhana (Raja-Singasari keempat), dimana pada waktu itu beliau bermaksud untuk mengembangkan sayap kekuasaannya dengan setrategi membagi-bagikan beberapa, wilayah kerajaannya yang masih belum berkembang kepada para putranya untuk dijadikan suatu daerah bawahan yang maju dan berkembang guna mendukung serta memperkuat pengaruh kekuasaannya yang hal ini tertuang di dalam bukti sejarah berupa Prasasti, “Mula Malurung. Prasasti Mula Manurung ini sendiri diketemukan pada tahun 1975 di Kediri dengan berangka tahun 1977 Saka yang berupa 12 lempengan tembaga dan pada lempengan VII halaman a baris 1 – 3 prasasti Mula Manurung tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 1177 Saka Paduka Sri Maharaja Sminingrat (Wisnuwardhana) menobatkan putranya Nararya Kirana menjadi raja di Kerajaan Lamajang. Kemudian dari Prasasti Mula Malurung tersebut dilakukan suatu penelitian / penghitungan dengan menggunakan kalender kuno yang akhirnya ditemukan dalam perhitungan tahun Jawa bahwa penobatan Nararya Kirana menjadi Raja di Kerajaan Lamajang terjadi pada tanggal 14 Dulkaidah 1165 atau tanggal 15 Desember 1255 M.

Berawal dari sebuah kerajaan kecil yang kemudian Kerajaan Lamajang berkembang dengan pesatnya mengingat daerahnya didukung oleh potensi kesuburan tanahnya yang ditopang oleh 3 buah gunung berapi, yaitu Semeru, Bromo dan Lamongan. Kemudian wilayah Kerajaan Lamajang ini meluas pada masa awal berdirinya Kerajaan Majapahit (1293 M) hingga meliputi sebagian Bali, Blambangan (Banyuwangi), Situbondo, Bondowoso, Jember, Probolinggo, Pasuruan hingga sebagian Madura yang didalam sejarah wilayah tersebut dikenal dengan sebutan Lamajang Tigang Juru dengan pusat Ibukotanya di Lumajang pada saat ini. Hal ini terjadi karena wilayah Kerajaan Majapahit yang pada waktu itu dibagi dua yaitu wilayah .Majapahit Barat dan wilayah Majapahit Tumur (Lamajang Tigang Juru), mengingat Raden Wijaya (Raja Majapahit pertama) menepati janjinya kepada Arya Wiraraja yang telah membantunya hingga menjadi Raja Majapahit yang pertama dan menyerahkan wilayah Majapahit Timur kepada Arya Wiraraja.

Pada masa Panembahan Senopati (1588 – 1601) dari Kerajaan Mataram Islam, daerah Lumajang dan sekitarnya berhasil direbut dan dikuasai dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam pada saat penaklukan daerah sebelah timur Lamajang dan Renong (Kutorenon) oleh pasukan Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin oleh Ki Tumenggung Alap-Alap yang berada m di daerah Winongan atas perintah Raden Suro Tani.

Dari lintasan perjalanan sejarah yang panjang mulai dari masa Kerjaan Singasari, Kerajaan Majapahit hingga Kerajaan Mataram Islam, tentunya Bumi Lamajang telah mengukir sejarahnya sendiri pada masa lalunya dan sebagai saksi bisu akan kejayaan Kerajaan Lamajang pada masa lalu. Didalam perjalanan sejarah Bumi Lamajang tersebut, kemudian munculah tokoh-tokoh dari Bumi Lamajang yang berperan pada masa itu seperti Nararya Kirana (Adipati Lamajang pertama) Nambi putra Pranaraja Mpu Shina (Rakryan Patih pertama Kerajaan Majapahit), Arya Wiraraja (Penguasa Kerajaan Lamajang di era Kerajaan Majapahit) dan masih banyak lagi. Hingga sampai saat ini di Kabupaten Lumajang banyak bertebaran peninggalan-peninggalan sejarah di hampir setiap Kecamatan sebagai bukti akan kejayaan Kerajaan Lamajang pada masa lalu yang liputi Candi Agung, Candi Gedung Putri, Situs Biting dan masih banyak lagi yang lainnya.

Perjalanan sejarah Bumi Lamajang pada masa lalu bukanlah sesuatu yang harus dibiarkan apalagi dilupakan begitu saja, tetapi hendaknya bisa menjadi suatu motifasi di dalam membangun Kabupaten Lumajang kedepan mengingat daerah ini mempunyai peranan sangat penting pada masa lalunya.

‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: Kirana, Edisi 2011, Lumajang, 2011, hlm. 1

jawatimuran.net

Menguak Misteri Situs Biting di Lumajang

Menguak Misteri Situs Biting, Benteng Majapahit Timur

situs-biting-lumajang_663_382

Dua pekan sudah, belasan arkeolog Universitas Gadjah Mada (UGM) sibuk mengorek-orek tanah merah di Dusun Biting, Desa Kutorenon Kecamatan Sukodon, Lumajang, Jawa Timur. Menggunakan alat sederhana, mereka berusaha menguak misteri situs Biting yang tertanam di perut bumi.

Para arkeolog menduga, di bawah tanah seluas 135 hektare itu, ada sebuah benteng yang terkait dengan Kerajaan Majapahit. “Entah seperti apa lengkapnya bangunan abad XIII ini. Bisa jadi adalah sebuah benteng,” kata Masyhudi, Ketua Tim Penelitian UGM yang mengadakan penelitian di situs Biting Lumajang, baru-baru ini. Aliran sungai di sekitar situs, tepatnya di Dusun Biting I dan II di Kutorenon, memperkuat adanya pemukiman kuno di sana.

Diperkirakan, situs tersebut bagian dari Kerajaan Lamajang yang terpendam. Kerajaan Lamajang ini sendiri memiliki hubungan erat dengan kerajaan besar, Majapahit. Di Babad Tanah Jawa, Kerajaan Lamajang sering disebut Majapahit Timur.

Di areal situs memang ditemukan tumpukan-tumpukan batu bata besar. Satu bata berukuran ukuran 40x20x5 centimeter. Diduga, tumpukan bata yang satu terangkai dengan tumpukan lain dengan penghubung masih tertanam di dalam tanah.

Tak jauh dari bangunan benteng itu, tampak seorang arkeolog membersihkan sebuah susunan batu bata yang membentuk anak tangga. “Kami perkirakan areal bangunan peninggalan sejarah yang terkubur ini sangat luas,” ujar arkeolog dari UGM yang tak mau menyebutkan namanya itu.

Penggalian di areal ini bermula pada 2006 silam saat sejumlah warga mendapati tumpukan batu bata ukuran besar di areal persawahan mereka. Informasi ini kemudian dicocokkan dengan peta Situs Biting yang dimiliki Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan. BP3 memang pernah mengirim 4 orang ke situs tersebut untuk pemantauan awal.

Namun, informasi ini baru ditindaklanjuti tahun 2010 dengan pengalian atau ekskavasi di beberapa tempat di sekitar persawahan milik warga. Tim UGM kembali melakukan ekskavasi dua pekan lalu untuk meneliti kembali benteng ini.

Warga Lumajang tergabung dalam elemen Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit (MPPM) bersama-sama ikut mendukung penggalian di lokasi persawahan dan pemukiman itu. Puluhan aktivis yang menghendaki ditetapkannya Situs Biting menjadi Cagar Budaya Nasional, pernah menggelar aksi di DPRD Lumajang.

Dengan aksi jalan mundur, mereka menyampaikan rasa keprihatinan karena lokasi Situs Biting sebagian menjadi kawasan hunian. “Kami menyesalkan kenapa pemerintah tidak bergerak cepat melakukan penyelamatan dan menetapkan sebagai wilayah cagar budaya. Akibatnya, sebagian berubah menjadi kawasan pemukiman,” kata Akhmad Mustofa Jamil, salah satu aktivis.

Sementara itu, Bupati Lumajang (Alm)Sjahrazad Masdar (saat para arkeolog melakukan penelitian situs Biting Lumajang September 2013)  dan wakilnya As’at Malik tak menutup mata adanya potensi besar di situs Biting. Sjahrazad sangat berharap peneliti mampu menguak misteri di balik tumpukan batu bata tersebut.

Dengan demikian, imbuhnya, sejarah bisa disajikan secara lengkap kepada generasi muda, khususnya di Kabupaten Lumajang. “Lumajang harus bangkit lewat sejarahnya yang luar biasa. Kami berharap Situs Biting ini dijaga dengan baik,” kata dia.

Situs Biting Lumajang
Kisah tiga Kerajaan

Kerajaan Lamajang ini tak bisa dipisahkan dari sejarah Kerajaan Singosari. Di pintu masuk situs Biting, terpampang spanduk raksasa yang menceritakan hubungan ketiga kerajaan tersebut. Kisah ini diawali Perjanjian Sumenep yang muncul setelah kekalahan Prabu Jayakatwang tahun 1293.

Dalam perjanjian ini disepakati pembagian bekas kerajaan Singosari menjadi dua kerajaan. Wilayah Kerajaan Singosari barat–meliputi Singosari, Kediri, Gelang-gelang (Ponorogo) dan Wengker–kemudian menjadi Kerajaan Majapahit dengan ibu kota Majapahit.

Sementara wilayah timur menjadi Lamajang Tigang Juru yang meliputi Lamajang, Panarukan, Blambangan, Madura, dan Bali. Ibu kota kerajaan ini adalah Arnon/Kutorenon. Kerajaan ini yang diduga kini menjadi situs Biting.

Lamajang Tigang Juru dipimpin Raja Arya Wiraraja. Masih berdasarkan informasi pada spanduk tersebut, kedua kerajaan itu berdiri secara ‘de jure’ pada 10 November 1923 Masehi. Raja Arya ditulis sebagai sosok yang yang disegani, bijak, pintar, ahli strategi serta dikenal sebagai arsitek di masa Kerajaan Singosari, Majapahit, hingga Lamajang.

Mimpi

Seorang perempuan bernama Istiana ikut bergabung mengais sisa-sisa kepingan sejarah di situs tersebut. Sebelum bergabung dengan tim arkeolog, alumnus UGM itu mengaku sempat bermimpi.

Tahun 2000, Istiana yang tertidur di rumahnya di Jakarta, bermimpi bertemu seorang kakek yang mengenakan baju putih dan berjenggot. Kakek ini membawa pasukan.

Saat ditanya Istiana berasal darimana, kakek itu mengaku dari Majapahit. “Anehnya, tahun 2010 saya diajak saudara bermain ke tempat ini. Dan, saya sangat terkejut. Saya pernah melihat tempat ini, di dalam mimpi saya itu,” urai Istiana yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.

Tahun itu juga, lulusan hukum ini memutuskan ke Lumajang dan bergabung dengan tim peneliti. “Karena saya memang kelahiran Lumajang, jadi saya juga ingin membuktikan apa yang pernah saya lihat dalam mimpi. Karena saya yakin ini akan menjadi legenda terbesar di Indonesia dan juga dunia yang masih tercecer,” urainya.

Wanita itu berharap semua pihak termasuk pemerintah kabupaten dan provinsi ikut peduli memberikan dukungan guna menguak legenda besar yang menjadi saksi keberadaan Kerajaan Majapahit yang ada kaitannya dengan Lumajang. “Saya memiliki keyakinan, ini adalah sebuah sejarah besar. Yang akan membawa nama Kabupaten Lumajang juga dikenal sampai mancanegara,” lanjutnya. (umi)

editor: Cak LEA

eqbal-sedang-mikirin-nasib-nkri

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments