Friday, December 29, 2023
Google search engine
HomeNews FlashTender sistem LPSE rawan terjadinya persaingan yang tidak sehat

Tender sistem LPSE rawan terjadinya persaingan yang tidak sehat

Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik LPSE adalah sistem pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik dengan memanfaatkan dukungan teknologi informasi (IT). Tentu dengan tujuan agar Sistem LPSE ini dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, mutu, dan transparansi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang diatur dalam Peraturan  Presiden No.54  Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa  Pemerintah beserta perubahan dan aturan turunannya yaitu Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Namun pada prakteknya dilapangan masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh ULP/Pokja dan juga para peserta lelang. Di sistem LPSE ini ULP/Pokja merupakan organ yang paling berwenang dan berkuasa untuk menetapkan siapa pemenang lelang. ULP/Pokja berkuasa menentukan persyaratan-persyaratan administrasi dan teknis yang dituangkan dalam dokumen pengadaan. Atau boleh kita artikan siapa peserta lelang yang lebih siap memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut dialah yang berpeluang besar memenangkan kompetisi lelang pengadaan barang/jasa tersebut.

“Jadi tetap saja LPSE berpeluang untuk disalahgunakan khususnya pihak ULP/Pokja jika tidak diawasi secara ketat. Penyalahgunaan sebenarnya tidak bergantung kepada pemilihan metode pelelangan, melainkan kembali kepada diri manusia itu sendiri”

Malah justru sistem LPSE yang saat ini dipakai dalam sistem lelang barang/jasa pemerintah rawan disalahgunakan oleh ULP/Pokja/Pejabat berwenang LPSE. Sebagai bahan perbandingan dengan sistem lelang secara manual sebelum diberlakukan LPSE sebagai berikut:

  • Sistem Manual: Pada saat pemasukan dokumen penawaran, disediakan tempat Kotak Tampung dokumen penawaran, kemudian kotak tampung penawaran tersebut disegel/dikunci dan disaksikan oleh para peserta lelang dan panitia lelang. Kemudian pada jam tertentu yang telah ditetapkan Kotak Tampung dokumen penawaran tersebut dibuka dan panitia lelang membacakan (dibuat checklist kelengkapan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam dokumen penawaran lelang satu persatu peserta), disaksikan dan diparaf oleh peserta lainnya (para competitor) tersebut secara terbuka, para competitor bisa saling crosscheck dokumen penawaran yang satu dan yang lainnya.
  • Sistem LPSE: Pada saat pemasukan (upload) dokumen penawaran yang telah ditentukan batas akhir upload, para peserta lelang me-upload dokumen penawaran melalui LPSE dengan User ID masing-masing tanpa tahu siapa saja peserta lelang lainnya yang ikut menawar/me-upload penawaran lelang tersebut. Kemudian para peserta lelang hanya berpasrah diri  dan menunggu hasil pengumuman evaluasi dan penetapan pemenang oleh ULP/Pokja juga tanpa tahu kelengkapan isi dokumen penawaran peserta lainnya. Inilah yang rawan digunakan oleh pejabat yang berwenang untuk bermain curang dengan keberpihakan pada salah satu peserta lelang.

    “Siapa yang tahu isi dokumen penawaran pemenang tender itu adalah lengkap dan memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan di dokumen lelang oleh ULP/Pokja?”

    Jawabnya: Hanya ULP/Pokja dan peserta yang dimenangkan lah yang tahu …

Berikut adalah koleksi berita permasalahan dan komentar masyarakat kontruksi terhadap pelaksanaan tender atau lelang dengan LPSE yang dihimpun oleh cepagram.com

Transparansi E-Procurement vs Lelang Manual (Non E-Proc)

dikutip dari: khalidmustafa.info

Berita Media Cetak yang terbit pada tanggal 1 Nopember 2013 cukup mengguncangkan beberapa mailing list, group bbm, dan Facebook yang saya ikuti. Headline berita yang cukup menohok ditengah-tengah nama besar lembaga yang diberi tanggung jawab melaksanakan Pemilihan Umum Tahun 2014 ini serta nilai pengadaan yang cukup fantastis di lembaga tersebut menjadi salah satu alasan mengapa hal ini begitu mengguncang.

JAKARTA — Staf ahli pengadaan Komisi Pemilihan Umum, Harmawan Kaeni, mengatakan lembaganya mulai menerapkan sistem elektronik untuk pengadaan logistik pada Pemilu 2014. Tapi, kata dia, sistem e-procurement pengadaan memiliki sejumlah kelemahan.“Sistem ini tidak memungkinkan masyarakat, termasuk wartawan dan LSM, memantau proses lelang yang terjadi,” ujar Harmawan ketika ditemui Tempo di gedung KPU kemarin. Alasannya, kata dia, sistem ini hanya bisa diakses panitia pengadaan dan peserta tender.Dia mengklaim sistem pelelangan manual, misalnya pada 2009, lebih transparan dibanding sistem elektronik. Dengan sistem e-procurement, kata dia, masyarakat hanya bisa melihat pengumuman tender yang terbatas, sehingga penawaran yang masuk dalam sistem ini tidak bisa dipantau langsung oleh publik. “Dokumen penawaran dan kelengkapannya juga tidak bisa diakses langsung publik,” katanya.Pengadaan online, kata dia, masih bisa menimbulkan peluang penyalahgunaan jika tidak diawasi ketat. “Tidak menutup kemungkinan ada penyalahgunaan, terutama dilakukan oleh rekanan yang nakal,” ucapnya.Padahal, saat peluncuran sistem pelelangan elektronik ini pada medio Oktober lalu, Kepala Biro Logistik KPU Boradi berharap proses lelang satu atap ini, antara panitia dan calon penyalia barang serta jasa, bisa lebih mudah diawasi dan transparan.Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dalam Negeri Arif Wibowo memastikan pihaknya akan mengawasi proses pengadaan logistik oleh KPU. “Proses harus dilakukan secara terbuka dan dapat diakses publik untuk pengawasan,” ia memaparkan.KPU menganggarkan logistik Pemilu 2014 sebesar Rp 3,24 triliun untuk pengadaan lima jenis barang. Anggaran logistik pemilu terbagi dua, yakni anggaran 2013 dan 2014 yang dikelola KPU. Anggaran pada 2013 sebesar Rp 800 miliar dianggarkan untuk lelang kotak dan bilik suara. (Sumber : Tempo)

Kalau melihat dari berita ini, ada beberapa butir yang dipermasalahkan oleh narasumber berita tersebut, yaitu:

  1. Sistem ini tidak memungkinkan masyarakat, termasuk wartawan dan LSM, memantau proses lelang yang terjadi;
  2. Sistem ini hanya bisa diakses panitia pengadaan dan peserta tender;
  3. Masyarakat hanya bisa melihat pengumuman tender yang terbatas, sehingga penawaran yang masuk dalam sistem ini tidak bisa dipantau langsung oleh publik;
  4. Dokumen penawaran dan kelengkapannya juga tidak bisa diakses langsung publik;
  5. Masih bisa menimbulkan peluang penyalahgunaan jika tidak diawasi ketat.

Apakah ini semua memang merupakan kelemahan E-Procurement dan akan menjadi lebih baik apabila dilaksanakan secara manual atau non e-proc?

Mari kita telaah satu persatu.

Sistem ini tidak memungkinkan masyarakat, termasuk wartawan dan LSM, memantau proses lelang yang terjadi

Proses pelelangan adalah salah satu rangkaian dari pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang melibatkan beberapa pihak dalam rantai prosesnya. Yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang bertugas untuk menyiapkan dan menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan (Spesifikasi Teknis, Harga Perkiraan Sendiri/HPS, dan Rancangan Kontrak), Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP)/Panitia Pengadaan yang bertugas untuk memilih penyedia, serta peserta pengadaan yang merupakan penyedia barang/jasa.

Proses pelelangan dilakukan oleh para pihak yang secara hukum telah ditetapkan serta bersifat mandiri dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain diluar organisasi pengadaan. Hal ini untuk menjamin independensi pelaksana pemilihan penyedia agar dapat memilih penyedia maupun barang/jasa yang dibutuhkan secara profesional sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Peran pengawasan oleh masyarakat, termasuk wartawan dan LSM dilakukan tidak pada keseluruhan proses, namun dibatasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk Undang-Undang Keterbukaan dan Informasi Publik. Bahkan dalam UU KIP telah ditekankan bahwa kontrak merupakan salah satu informasi yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyakarat. Nah, kontrak ini merupakan hasil dari pemilihan penyedia atau baru tersedia setelah proses lelang selesai dilaksanakan.

Sekarang mari kita bandingkan antara pemantauan yang dapat dilakukan apabila lelang dilaksanakan secara manual maupun elektronik.

Lelang Manual (Non E-Proc)

Pengumuman untuk lelang manual banyak dilakukan dengan menggunakan papan pengumuman pada instansi pelaksana pengadaan. Juga sebelum keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, dilakukan melalui media cetak dalam bentuk pengumuman di surat kabar. Hal ini berarti keterbukaan atau transparansi lelang manual dibatasi oleh akses kepada papan pengumuman dan media cetak.

Tahapan pelelangan pada lelang manual tertulis pada dokumen pengadaan yang hanya dapat diambil oleh penyedia yang mendaftar dan apabila ada perubahan tahapan pelelangan maka Pokja ULP/Panitia Pengadaan mengumumkan melalui papan pengumuman dan juga hanya dapat diakses oleh peserta pelelangan atau pengunjung yang “kebetulan” melihat-lihat papan pengumuman.

Pengumuman pemenang pada lelang manual dilaksanakan juga pada papan pengumuman yang memuat nama peserta yang menjadi pemenang dan 2 cadangan apabila ada. Peserta yang lain tidak dapat melihat siapa-siapa saja yang gugur pada tahapan pemilihan serta alasan pengguguran peserta.

E-Procurement

Pengumuman pada lelang secara elektronik/E-Procurement selain dilaksanakan melalui papan pengumuman pada instansi pelaksana pengadaan juga dilaksanakan pada portal pengadaan nasional melalui LPSE. Dengan perkembangan teknologi dan informasi, maka pengumuman pelelangan yang dilakukan pada hari ini, pada jam yang sama sudah tersebar di dunia maya dan dapat diakses oleh siapapun termasuk wartawan dan LSM tanpa perlu berlangganan surat kabar lagi.

Dengan adanya portal pengadaan nasional, yang bisa diakses melalui http://inaproc.lkpp.go.id, maka pengumuman pelelangan seluruh Indonesia dapat diakses hanya dari 1 portal tanpa harus mencari satu-persatu melalui lebih dari 500 LPSE di Seluruh Indonesia

Portal Pengadaan Nasional

Masyarakat dapat mencari pengumuman pelelangan yang dilaksanakan berdasarkan wilayah atau berdasarkan judul pengadaannya.

Tahapan pelelangan pada E-Procurement bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat tanpa perlu mengikuti proses pelelangan, cukup bermodalkan akses internet saja.

Dibawah ini adalah salah satu contohnya:

  1. Saya mencoba mengakses http://lpse.lkpp.go.id untuk melihat informasi pengumuman lelang dan lelang yang sedang berlangsung saat iniLPSE LKPP
  2. Kemudian saya klik salah satu paket pekerjaan yang sedang dilelangkan, yaitu Pengadaan Perangkat Keras dan Aplikasi Pendukung di Biro Logistik Setjen KPU 2013Lelang KPU
  3. Pada pilihan Tahap Lelang Saat ini dapat dilihat jadwal pelelangan secara utuh, mulai dari pengumuman hingga pelaksanaan kontrak, serta riwayat atau history perubahan jadwal yang dilakukan oleh Pokja ULP/Panitia PengadaanJadwal Lelang

Dari informasi di atas terlihat bahwa melalui lelang secara elektronik, masyarakat termasuk Wartawan dan LSM dapat mengakses seluruh tahapan dan jadwal pelaksanaan pengadaan secara terbuka dan transparan, bahkan dapat mengetahui apabila ada perubahan jadwal tanpa harus menjadi peserta pelelangan terlebih dahulu.

Khusus untuk pengumuman pemenang, maka E-Procurement menampilkan semua peserta yang mendaftar serta yang gugur pada tahapan evaluasi serta alasan gugurnya.

Dibawah ini adalah salah satu contohnya:

  1. Masih pada web yang sama (lpse.lkpp.go.id) namun pada halaman awal saya mengklik link yang bertuliskan “Semua” pada pengumuman.
  2. Akan ditampilkan nama seluruh paket yang pernah dilelangkan oleh LPSE LKPP. Kemudian cari salah satu paket lelang yang tahapannya sudah selesaiLelang Selesai
  3. Apabila tautan “peserta” diklik, maka akan ditampilkan daftar seluruh peserta yang ikut pelelangan, pemenang, yang gugur, serta alasan peserta dinyatakan gugurHasil Lelang

Dari informasi ini terlihat bahwa E-Procurement lebih transparan dalam mengumumkan hasil pemilihan penyedia karena dapat diakses oleh siapapun tanpa batasan tempat dan waktu oleh masyarakat. Hal ini dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam melakukan pengontrolan pelaksanaan pengadaan oleh masyarakat secara terbuka termasuk menilai apakah alasan pengguguran peserta yang menawar dengan harga lebih rendah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak.

Sistem ini hanya bisa diakses panitia pengadaan dan peserta tender

Seperti penyampaian sebelumnya, pelaksanaan pengadaan sesuai aturan perundang-undangan merupakan sebuah proses yang hanya dapat diikuti oleh para pihak yang terlibat langsung dalam proses pengadaan barang/jasa. Keterlibatan ini dibatasi juga berdasarkan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing agar tidak terjadi intervensi diluar batasan kewenangan.

Ketentuan ini berlaku baik menggunakan non elektronik atau e-procurement. Pada lelang yang dilaksanakan secara manual, yang dapat mengakses seluruh tahapan pengadaan hanyalah para pihak yang terlibat. Seperti tahapan pelaksanaan penjelasan pekerjaan tentu hanya dapat diikuti oleh peserta yang telah mendaftar. LSM dan Wartawan tidak dapat mengikuti jalannya acara penjelasan pekerjaan karena bukan peserta pelelangan. Apalagi dengan pelaksanaan evaluasi penawaran dan kualifikasi yang hanya dapat diikuti oleh Pokja ULP/Panitia Pengadaan.

Dengan E-Procurement, kewenangan ini diwujudkan dalam bentuk penggunaan level akses yang berbeda, misalnya user penyedia hanya dapat mengakses menu yang berhubungan dengan penyedia barang/jasa, panitia hanya dapat mengakses pemilihan penyedia, PPK hanya dapat mengakses menu yang merupakan tugas pokok PPK tanpa dapat mengintervensi evaluasi yang dilakukan oleh panitia. Khusus auditor, juga diberikan login khusus untuk dapat memonitor jalannya pelaksanaan pemilihan penyedia.

Masyarakat dapat mengakses seluruh proses lelang pada tahap pengumuman, melihat tahapan dan jadwal yang telah, sedang, dan akan terjadi, serta mengakses secara penuh informasi hasil pelelangan apabila sudah selesai.

Berdasarkan hal ini, tidak ada perbedaan yang signifikan antara lelang manual dan e-procurement dalam hal akses terhadap proses pelelangan.

Masyarakat hanya bisa melihat pengumuman tender yang terbatas, sehingga penawaran yang masuk dalam sistem ini tidak bisa dipantau langsung oleh publik

Mari kita lihat pengumuman tender salah satu lelang yang menggunakan metode papan pengumuman

Pengumuman Manual

Sekarang mari dibandingkan dengan hasil pelelangan yang dilaksanakan secara elektronik yang telah dipaparkan di atas.

  • Apakah ada informasi mengenai siapa saja penyedia yang mendaftar dan memasukkan dokumen penawaran?
  • Apakah terlihat siapa saja yang gugur dan apa alasan Pokja ULP/Panitia Pengadaan menggugurkan penawaran peserta?
  • Siapa saja yang bisa melihat pengumuman ini apabila hanya ditempelkan melalui papan pengumuman pada instansi?
  • Pertanyaan terakhir, metode mana yang justru membatasi transparansi?

Dokumen penawaran dan kelengkapannya juga tidak bisa diakses langsung publik

Dokumen penawaran merupakan dokumen yang disusun oleh peserta pelelangan untuk mengikuti lelang serta disampaikan kepada Pokja ULP/Panitia Pengadaan untuk dievaluasi berdasarkan ketentuan dan tata cara yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan.

Evaluasi lelang tidak sama dengan evaluasi hasil ujian saat bersekolah di sekolah dasar, yaitu hasil pekerjaan teman sekelas diperiksa secara bersama-sama dengan cara bu guru menyampaikan jawaban yang benar pada papan tulis dan murid-murid memeriksa pekerjaan temannya. Dokumen penawaran bersifat rahasia hingga berbentuk kontrak. Apabila sudah berbentuk kontrak, yang berarti pelelangan sudan selesai, maka berdasarkan UU KIP sudah tidak bersifat rahasia lagi dan dapat diminta sesuai ketentuan dan tata cara yang diatur oleh UU KIP.

Ketentuan ini berlaku baik lelang non elektronik maupun e-procurement.

Selama menjadi panitia lelang sewaktu saya masih menjadi PNS, tidak pernah sekalipun setelah pembukaan penawaran mengumbar dokumen penawaran dan kelengkapannya kepada publik. Prinsip transparansi pada pengadaan barang/jasa tidak berarti semua dokumen dibuka dan kalau perlu diupload oleh masyarakat luas.

Masih bisa menimbulkan peluang penyalahgunaan jika tidak diawasi ketat

Penyalahgunaan sebenarnya tidak bergantung kepada pemilihan metode pelelangan, melainkan kembali kepada diri manusia itu sendiri.

Pelaksanaan lelangan secara manual, rentan disusupi dengan tindakan post bidding, yaitu tindakan menambah, mengurangi atau mengubah dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan dokumen penawaran. Bentuk dokumen penawaran yang bersifat fisik, dapat dengan mudah dihapus, dirobek, atau disisipkan oleh Pokja ULP/Panitia Pengadaan apabila ada permainan dengan peserta pelelangan.

Pelaksanaan secara elektronik mampu mencegah itu semua, yaitu dengan disimpannya master file berbentuk .rhs pada server yang dapat diakses oleh para pihak setelah pelelangan termasuk auditor. Hal ini menyebabkan file yang diakses oleh Pokja ULP/Panitia Pengadaan akan sama dengan yang dapat diakses oleh PPK maupun auditor, sehingga apabila ada penyalahgunaan dengan cara post bidding maka akan dapat ditemukan dengan cepat.

Akhir kata, tidak ada metode yang sempurna selama masih ada campur tangan manusia di dalamnya. Otomatisasi sistem-pun tidak akan berpengaruh banyak selama pengontrolan masih berada dibawah manusia. Sehingga yang perlu diperkuat saat ini adalah sumber daya manusia yang kredibel dan profesional.

11 responses to “Transparansi E-Procurement vs Lelang Manual (Non E-Proc)”

  1. Lelang manual pembukaan dokumen penawaran bisa disaksikan peserta, eprocurement hanya panitia/pokja yg tahu lengkap atau tidaknya dokumen penawaran peserta. Jd sangat mgkn ada kecurangan. Persyaratannya jg mengada2, sperti personil n peralatan agar tdk terjadi persaingan sehat diantara penyedia yg setara. Hal ini sering dijumpai pd lelang kualifikasa kecil.

  2. 1. Dengan E-Audit, maka auditor dapat langsung mengecek alasan pengguguran peserta berdasarkan dokumen yang sudah terenskripsi. Juga prinsip evaluasi adalah menyesuaikan antara penawaran dengan dokumen. Sekarang ini peserta mau ikut-ikutan jadi panitia dengan ikut memeriksa dokumen penawaran peserta lain. Seharusnya konsen kepada dokumen yang ditawarkan saja

    2. Masalah persyaratan mengada-ada, tidak ada kaitannya dengan e-proc atau non e-proc.

  3. Nasruddin Bahar says:

    E-Audit sebenarnya cara yang cukup efektif dalam pengawasan proses tender, pertanyaan nya APIP di Daerah blm cukup SDM dalam melaksanakannya.

  4. imam says:

    Dear,

    menurut saya sudah benar lelang dengan elektronik.
    lebih lengkap lagi kalau setelah keluar pengumuman diupload juga pada Berita Acara Penetapan Pemenang yaitu barang yang ditawarkan oleh pemenang tender. Sehingga bisa dikoreksi apabila pemenang menawarkan barang yang dibawah spek namun dimenangkan panitia.

  5. iyan says:

    Saya rasa sudah lumayan untuk memudahkan kita

  6. Ir. Saut Simanjuntak says:

    Perusahaan Kami Ikut Tender di Bengkulu, SNVT Pelaksanaan Jaringan Pemamfaatan Air Sumatera VII Provinsi Bengkulu, Paket: Rehabilitasi Jaringan Irigasi Kiri D.I. Air dan Air Seluma Kabupaten Seluma. Belum Dilaksanakan Klarifikasi Sudah Di Tentukan Pemenang Dimana Tranfaransi Pelaksana Tender Hanya Berbau Kong Kaling Kong Yang Di Menangkan Perusahaan Si Engkong (Perusahaan Orang Cina) Tidak Bisa Saya Terima Harus Klarifikasi terimakasih.

  7. Ir. Saut Simanjuntak says:

    Sudah Ikutan Tender Di Seluruh Wilayah Indonesia Kurang Lebih 150 Paket, Tidak Ada Transparansi yang ada kong kaling kong ulah-ulah panitia tidak ada yang mengawasi tranparansi disimpan dalam pantatnya kenyataan di lapangan terimakasih.

  8. joko says:

    Perlu terobosan agar lelang lebih transparan dengan memberikan akses kepada peserta lelang yang memasukan penawaran untuk dapat melihat dokumen pemenang lelang. kondisi saat Ini sebenernya kelemahan yang mungkin sengaja diciptakan agar terbuka peluang kong kalikong dengan panitia untuk memenangkan salah satu peserta dengan cara mencari cari kesalahan peserta yang bukan calon unggulan.

  9. Matmuro says:

    menurut saya lelang manual dan E-proc ada sisi baik dan sisi buruknya…..

    Lelang Manual

  10. Matmuro says:

    menurut saya lelang manual dan E-proc ada sisi baik dan sisi buruknya…..

    bedanya kalau manual bersifat kasat mata sedangkan E-proc todak kasat mata.

    kalau saya menilai justru manual lebih baik dari pada eproc….
    sama halnya dengan perampok dengan pencuri

    kalau perampok terang-terangan sedangkan pencuri dengan sembunyi-sembunyi.

    dari pengalaman saya ikut melakukan tender di eproc ada beberapa kemungkinan kecurangan yang dapat dilakukan oknum di LPSE yaitu : 1. melakukan perbuatan penyalahgunaan seperti membuat email baru untuk diaktifkan semen tara email yang dimiliki Prusahaan menjadi tidak aktif. karna hal ini dapat dilakukan oleh oknum Pejabat LPSE karna sebagai operator reder.. itu dilakukan karna besarnya intervensi yang ada. dan banyak hal lain juga yang dapat dilakukan. seperti keterbatasan SDM yg dijadikan alasan, peralatan yg tidak layak, kecilnya memory external server, mempersempit bandwidth dll. dengan keterbatasan pemantau jelas ini akan terus terjadi. namun walau bagaimanapun ada baiknya toh adajuga yg kecolongan.

  11. whempysays:

    apakah di dalam sitim eproc, wajib menampilkan hasil proses lelangnya
    artinya, bukan hanya sebatas pemenang tapi apa juga ada ketentuan juga ditampilkan terkait berapa saja penawaran yang masuk, gagal karena apa, dan sebagainya
    Mohon pencerahannya ya om

    khalidmustafa.info

    Baca juga:

Lelang Elektronik Sarat Kelemahan

Dituntut Perbaiki Kelemahan, LPSE Lakukan Perubahan

Potensi Permasalahan Hukum Dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa

RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments