Sunday, June 23, 2024
Google search engine
HomeOpiniPraktek Kejahatan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia

Praktek Kejahatan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia

Praktek Kejahatan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia

A. Latar Belakang
Sebagai negara berkembang Indonesia banyak hanya jadi objek regulasi yang dibuat oleh asing. Dengan besarnya ketergantungan Indonesia ke pihak asing membuat Indonesia harus tunduk terhadap persyaratan pendonor atau tepatnya pemberi pinjaman. Terutama pada saat terjadinya crisis financial yang melanda dunia pada tahun 1997 IMF semakin menancapkan kukunya di Indonesia. Bila Indonesia tidak mau kolaps maka IMF akan membantu pinjaman kepada pemerintah, dengan syarat mau mengikuti aturan IMF. Bila kita cermati 50 butir isi LOI IMF tahun 1998 banyak intervensi IMF yang menghancurkan proteksi pemerintah terhadap rakyat Indonesia.
Intervensi dalam kebijakan fiskal menghancurkan proyek pemerintah di bidang mobil nasional yang memberikan subsidi terhadap kandungan lokal. Demikian juga dengan pencabutan subsidi BBM dan listrik, kebijakan moneter menggoyahkan perbankan milik pemerintah. Sejumlah bank pemerintah di-likwidasi dan di-merger. Privatisasi bank pemerintah dan BUMN. Bulog dibatasi hanya monopoli untuk beras. Selain itu diberlakukan pasar bebas. Impor gula dan tepung menghabisi perlindungan terhadap petani gula. Hasil recovery LOI IMF melahirkan persaingan tidak sehat, pemodal kuat menggerogoti dan menghancurkan usaha kecil dan petani di pedesaan. Import semakin leluasa tanpa kendali dari pemerintah, termasuk import produk-produk pertanian.
Pasca reformasi mau tidak mau, suka tidak suka Indonesia harus menyesuaian diri dengan kondisi aturan dan persyaratan yang diberikan peminjam dana. Di era Orde Baru, banyak proteksi yang dilakukan pemerintahan Soeharto terhadap rakyat Indonesia. Seiring dengan itu muncul juga kejahatan-kejahatan baru, munculnya persaingan usaha yang tidak sehat. Salah satunya adalah praktek monopoli, meskipun di era reformasi sudah melahirkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Amanah Reformasi yaitu sebagaimana tertuang dalam TAP MPR No.VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, yaitu untuk membentuk UU dan peraturan pelaksanaannya. Namun praktek monopoli sangat dekat dengan perilaku Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.
Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Demikian disebutkan pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Kejahatan monopoli ini tidak kasat mata dan tidak mudah dipahami, karena yang disedot bukan uang negara tapi uang rakyat. Celakanya kewenangan yang diberikan kepada KPPU untuk mengawasinya jauh lebih kecil dibanding kewenangan yang diberikan kepada KPK,” kata Paripurna (dekan fakultas hukum UGM) dalam “Diskusi Kajian Aspek Hukum dan Penguatan Kelembagaan KPPU dalam Pengawasan Persaingan Usaha” yang berlangsung di gedung Kampus UGM Jakarta, Kamis 9 Oktober 2014.
Untuk itu penulis memilih judul kajian “Praktek Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia.”

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka sesuai dengan judul, pada makalah ini penulis akan membahas Perkembangan Praktek Kejahatan Monopoli & Persaingan Tidak Sehat dan bagaimana aturan (das sollen) dalam prakteknya (das sein) yang justru membuka peluang secara legal. Inti permasalahan yang penulis bahas adalah : Bagaimana celah regulasi melegalkan praktek monopoli.

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka tujuan penulisan adalah, untuk mengetahui:
Bagaimana perkembangan praktek kejahatan Monopoli & Persaingan Tidak Sehat dan bagaimana aturan (das sollen) dalam prakteknya (das sein) yang justru membuka peluang secara legal. Untuk menganalisa inti permasalahan : Bagaimana celah regulasi melegalkan praktek monopoli.
2. Manfaat Penulisan
Harapan penulis, tulisan ini secara teoritis dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama tentang hukum kejahatan bisnis pada umumnya. Atau menjadi bacaan bagi mahasiswa fakultas hukum, ataupun yang berminat terhadap ilmu hukum.
Secara praktis untuk menambah wawasan pengetahuan bagi penulis, dan pembaca makalah ini terhadap perkembangan kejahatan bisnis khusus bidang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, dengan tujuan untuk dapat mencegah dan arif menyikapinya.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Demokrasi sebagai legitimasi dalam tata kelola pemerintahan serta sistem politik sudah menjadi perjuangan ideologi sejak berabad-abad yang lalu, sampai dengan saat ini. Terlepas dari kebanyakan penerapannya masih bersifat prosedural, bahkan formal belaka.dewasa ini hanya segelintir negara yang tidak mengklaim telah menerapkan demokrasi sebagai asas pengelolaan politik di negeri mereka atau mengklaim pemerintahan mereka sebagai sebuah rezim demokratis.
Sebagai negara demokrasi Indonesia membuka dan memberi kesempatan yang sama bagi warga negaranya untuk berusaha. Hal ini yang disalahgunakan dan memberi peluang praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat.
Secara umum teori kejahatan bisnis menurut John E. Conclin “Business crime is an illegal act, punishable by a criminal sanction, which is committed by an individual or a corporation in the course of a legitimate occupation or pursuit in the industrial or commercial sector for the purpose of obtaining money or property, avoiding the payment of money or the loss of property or personal advantage”. Kejahatan bisnis adalah suatu tindakan ilegal , diancam dengan sanksi pidana, yang dilakukan oleh seorang individu atau sebuah perusahaan dalam proses pekerjaan yang sah atau mengejar di sektor industri atau komersial untuk tujuan memperoleh uang atau harta, menghindari pembayaran uang atau kehilangan harta benda atau keuntungan pribadi.
Kegiatan yang dianggap sebagai kejahatan atau tindak pidana korporasi, yang menimbulkan keresahan luas dalam masyarakat, adalah tindak pidana yang menimbulkan kerugian besar. Kerugian ini tidak saja yang dapat dihitung dengan uang, tetapi juga yang tidak dapat dihitung, yaitu misalnya hilangnya kepercayaan masyarakat pada sistem perekonomian yang berlaku. Dua kategori besar dapat diambil sebagai contoh. Yang pertama adalah, penipuan terhadap masyarakat (defrauding the public), seperti: penentuan harga secara tidak wajar (fixing prices) dan berbohong tentang mutu atau khasiat barang (misrepresenting products). Hal ini yang dilakukan dalam praktek monopoli.
2. Kerangka Konseptual
Secara konsep pengertian praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, penulis kutip dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk menyamakan persepsi dalam makalah ini, yang dimaksud dengan :
a) Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
b) Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
c) Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
d) Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika Badan Usaha hasil Penggabungan, Badan Usaha hasil Peleburan, atau Pelaku Usaha yang melakukan Pengambilalihan saham perusahaan lain diduga melakukan:
1) perjanjian yang dilarang;
2) kegiatan yang dilarang; dan/atau
3) penyalahgunaan posisi dominan.

E. METODE PENELITIAN
Untuk mengetahui Praktek Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia metode penelitian hukum yang akan penulis gunakan adalah metode penelitian hukum normatif.
Penelitian ini menggunakan deskripsi kualitatif dengan jenis pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Pengumpulan data menggunakan bahan hukum primer seperti UUD 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan peraturan lainnya yang berhubungan dengan judul, serta bahan hukum sekunder dari literatur berupa buku, kamus, jurnal dan makalah yang relevan dengan masalah yang penulis teliti.

F. Pembahasan
Setelah tahun 1999, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan dengan adanya KPPU ini diakui setidaknya memberi dampak bagi kondisi persaingan usaha di tanah air yang berjalan dengan sehat dan seimbang dan mengurangi bentuk praktik monopoli yang pernah terjadi di masa lalu, dimana perdagangan terigu, perbankan, dan film dikuasai oleh orang-orang kelompok tertentu.
Demikian juga ketika usaha telekomunikasi dimonopoli oleh Telkom (untuk sambungan lokal/interlokal) dan Indosat (internasional), betapa repotnya masyarakat. Saya mengalami untuk pasang baru satuan sambungan telepon harus sabar dengan witing list (daftar tunggu) yang terkadang memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan. Dampaknya terjadi ekonomi biaya tinggi. Monopoli PLN (BUMN) seperti itu juga. Untuk dapat aliran listrik terkadang kita harus beli tiang sendiri yang berakibat biaya tinggi.
Pemerintah telah berusaha mencegah adanya usaha-usaha dalam praktek monopoli dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli. Namun para pelaku usaha tidak kalah cerdik, mereka membentuk asosiasi-asosiasi dan secara lansung ataupun tidak lansung berupaya mencari celah dari aturan tersebut.
Contoh ada upaya pemerintah melarang lembaga penguji satu atap dengan lembaga penyelenggara sesuatu pekerjaan, pengusaha tidak kalah akal. Pengusaha membentuk badan hukum baru yang seolah-olah terpisah dari induk perusahaan secara managemen dan keuangan dalam bentuk anak perusahaan atau dalam bentuk koperasi dan lain sebagainya. Pada hakekatnya mereka tetap satu, karena keuntungan perusahaan akan tetap masuk ke induk perusahaan. Kebijakan manajemen anak perusahaan, suka atau tidak suka dapat dipengaruhi induk perusahaan. Sehingga praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tetap hidup dan subur di Indonesia. Misalnya Badan karantina sebagai lembaga penguji tidak boleh satu atap dengan kegiatan fumigasinya atau jasa fumigasi/pembasmian hama. Maka badan karantina membentuk koperasi yang mempunyai jasa fumigasi.
Demikian juga praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat lainnya, melalui asosiasi mereka membahas hal-hal yang cenderung membangun praktek monopoli. Dalam rapat-rapat koordinasi mereka membahas bagaimana pasar dapat mereka kuasai atau direbut oleh para anggota asosiasi. Bahkan melalui asosiasi mereka mendesak agar regulasi berpihak kepada mereka. Misalnya regulasi melalui undang-undang tentang wadah tunggal peradi untuk para advokat. Secara tidak lansung undang-undang tersebut menyuburkan praktek monopoli di bidang jasa advokasi.
Menurut penulis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat selayaknya berlaku terhadap jasa advokat, seperti diatur pasal 4 ayat (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Dengan adanya wadah tunggal Peradi bagi advokat melahirkan oligopoli dalam jasa advokasi.
Tugas KPPU dalam melakukan pengawasan persaingan usaha seharusya mendapat landasan hukum yang kuat di konstitusi. Soalnya, persaingan usaha di Indonesia besar kemungkinan dilakukan lewat praktik monopoli dan kartel karena konsentrasi ekonomi dikuasasi oleh segelintir pengusaha kaya. Ada 40 orang kaya Indonesia yang aset kekayaannya setara dengan separuh APBN. “Konsentrasi ekonomi dikuasai segelintir orang. Akibatnya rasio antara si kaya dan si mikisn makin lebar,”
KPPU butuh kewenangan yang lebih kuat untuk mengatur pengawasan persaingan usaha lewat revisi UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kedepan, menurutnya KPPU perlu mengaturaturan konglomerasi, holding company, enterprises group dan kombinasi enterprises.
Komisioner KPPU Sukarmi mengaku kewenangan yang dimiliki KPPU dalam memeriksa dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat bahkan sanksi yang diberikan hanya dalam bentuk sanksi adminsitratif sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku atau perusahaan yang bermasalah. “Denda pun hanya dalam bentuk keuntungan yang tidak wajar untuk dikembalikan,”
Sangat banyak yang perlu dibenahi bila pemerintah punya niat baik untuk membangun perekonomian Indonesia. Tanpa disadari ternyata praktek monopoli sudah berkembang sedemikian rupa, perekonomian Indonesia hanya dikuasai segelintir orang, atau kelompok usaha, hampir di semua aspek penguasaan barang dan jasa. Mereka bisa mempengaruhi birokrasi dan membuat aturan yang malah membuat subur praktek monopoli secara “legal”.
KPPU yang dibentuk perlu penguatan, bila pemerintah punya good will untuk melindungi masyarakat dari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Menurut Pratikno (Rektor UGM), di lingkungan persaingan bisnis dunia usaha terdapat praktik curang untuk merebut pasar dengan menguasai semua faktor produksi, hal itu dilakukan oleh segelintir orang yang disebutnya sebagai mafia ekonomi. “Praktik monopoli dan oligopoli harus dilawan tidak hanya pelaku domestik tapi juga pelaku dari luar,”
Persoalan yang dihadapai dunia usaha adalah inefisiensi dan ketidakstabilan iklim dunia usaha. Hal ini menghambat pertumbuhan wirausaha baru. Kita memerlukan tatanan ekonomi dan kesempatan usaha yang sama serta perlindungan publik dari anomali ekonomi.
Dalam rangka menyongsong pasar bebas Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggandeng Universitas Gadjah Mada untuk penguatan kelembagaan KPPU dalam mengawasi praktik kejahatan monopoli dan kartel di lingkungan dunia usaha menjelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean. Penandatangaann Nota Kesepahaman Kerja Sama ini yang dilakukan oleh Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc., dengan Ketua KPPU Ir. Mohammad Nawir Messi, M.Sc, Kamis 9 Oktober 2014, di Gedung Kampus UGM Jakarta, Tebet, Jakarta Selatan.
Kerjasama dalam melakukan pengawasan terhadap praktik kejahatan monopoli dan kartel di lingkungan dunia usaha, dilakukan untuk mendorong terciptanya kehidupan ekonomi yang berkeadilan.
Disinyalir ada praktik kejahatan dalam bentuk kartel, salah satunya adanya kemungkinan praktek kartel di 19 bank yang menaikkan suku bunga deposito secara bersamaan. Apalagi menurutnya sekitar 60-70 % uang yang dikelola perbankan adalah milik para konglomerat. “Deposan ini bisa saja mendikte bank. Tidak terlihat suku bunga yang menurun, ini sedang dielusuri, KPPU”
Harapan kita kepada semua stake holder atau pemangku kepentingan dalam penguatan ekonomi masyarakat atau rakyat Indonesia dibutuhkan kesamaan visi, misi dan strategi sehingga bisa membangun sinergi memerangi kejahatan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Terutama kepada pemerintah dan DPR lebih arif dalam mengeluarkan kebijakan atas usulan seseorang atau segelintir orang atau konglomerat yang bisa memberi peluang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Contoh lainnya yang penulis ambil dari kompasian, surat terbuka untuk mentri pertanian.
Menteri Pertanian RI Ir. Suswono mengatakan dengan semangatnya bahwa usaha perunggasan Nasional harus didukung dan diberikan kesempatan untuk terus tumbuh dan berkembang, jangan sampai industri perunggasan dalam negeri yang sudah dibangun sekian lama hancur karena Impor. Justru perunggasan dalam negeri telah dihancurkan oleh perusahaan PMA unggas di Indonesia terbukti hancurnya usaha peternakan rakyat serta melemahnya PMDN unggas. Pernyataan tersebut menunjukkan besarnya keberpihakan sang menteri Pertanian kepada para perusahaan industri perunggasan PMA besar integrator yang telah lama menghancurkan ratusan ribu usaha peternakan unggas rakyat di dalam negeri sehingga menimbulkan pengangguran baru dibidang perunggasan. Bahkan bidang usaha pertanian jagungpun tidak kondusif karena petani jagung selalu dipermainkan dengan harga murah disaat panennya. Kulminasi penghancuran usaha rakyat ini, adalah digantinya UU No.6 Tahun 1967 menjadi UU No.18 Tahun 2009 (UU yang melegalkan kejahatan ekonomi unggas yaitu berupa Monopoli dan Kartel). Kejahatan ekonomi tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil serta Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Keberpihakan seperti ini yang harus dijadikan musuh bersama. Pemerintah jangan hanya tutup mata terhadap jeritan rakyat atas kebijakannya yang melahirkan praktek monopoli. Yang perlu diwaspadai oleh pengambil kebijakan tidak ada makan siang yang gratis, jadi bila ada pihak yang memberikan pelayanan, akan ada imbalan yang yang diharapkannya dibalik semua itu.
Selain monopoli ada kejahatan kartel yang tidak kalah merusak perekonomian dan pelaku usaha kecil dan jujur. Hal ini perlu diwaspadai juga. Menurut berbagai sumber, kartel di indonesia sudah terjadi di banyak lini usaha seperti operator telepon seluler, produsen minyak goreng, produsen semen, fuel surcharge perusahaan transportasi, dan lain sebagainya. Jadi tidak heran ada isu harga BBM yang diaku pemerintah, dan versi hitung pengamat berbeda. Bila sekarang BBM dengan harga Rp. 8.500,00 itu sebenarnya pemerintah sudah untung Rp. 2.000,00. Namun untuk memastikannya butuh kajian mendalam.
Cara melihat kartel adalah dengan melihat harga suatu jenis barang (misalnya sabun, air minum dalam kemasan, dll) apakah harganya terlalu mahal jika dibandingkan harga tanpa kartel di luar negeri. Lalu lihat apakah kisaran harga tinggi tersebut diadopsi oleh banyak perusahan kuat yang berpengaruh. Lalu lihat lagi apakah terjadi persaingan ketat dalam kegiatan promosi atau adem ayem saja. Apakah mudah untuk masuk ke dalam industri secara normal dan baik-baik tanpa mendapatkan perlawanan dari para pengkartel dan kroni-kroninya. Dari situ mungkin akan terlihat mana yang kartel dan mana yang bukan. Yang jelas kartel adalah suatu kejahatan terorganisir yang harus kita hancurkan demi kebaikan kita bersama.
Demikian pembahasan tentang tindak kejahatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Dari banyak contoh yang penulis ungkapkan kejahatan monopoli sudah masuk ke berbagai lini dan ada yang dilakukan secara legal. Namun awarnes atau penyadaran semua pihak yang masih kurang, sehingga tidak menyadari telah terjadi tindak kejahatan monopoli, kartel dan sejenisnya. Untuk perlu perlu gerakan awarnes terus menerus agar perekonomian masyarakat Indonesia dapat terlindungi dari praktek monopoli, kartel dan persainga usaha tidak sehat.

sumber: bundanazh.wordpress.com
editor: lea

Foto: KPPU.go.id
Foto: KPPU.go.id
RELATED ARTICLES
- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments