Pro Kontra Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Disamping rencana pembangunan LRT dan MRT sebagai sarana transportasi massal berbasis kereta yang akan dibangun di Indonesia, belakangan pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga marak menjadi pembicaraan. Tetap ada pro-kontra meski Presiden Joko Widodo telah meresmikan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini di Bandung beberapa waktu lalu.
“Kecepatan mengantar orang dan barang adalah penentu kompetisi,” kata Jokowi dalam peresmian Kamis (21/1) pagi itu. Jokowi menjelaskan, nantinya jenis-jenis transportasi masal itu dirancang untuk menunjang satu sama lain untuk kepentingan penumpang. Jokowi juga kembali menjelaskan skema pembiayaan kereta cepat yang tidak menggunakan APBN. “Karena APBN diperuntukkan bagi infrastruktur luar Jawa. Misalnya jalan tol Makassar-Manado, kereta di Papua. APBN akan kita arahkan ke sana,” papar Jokowi.
Kereta cepat Jakarta-Bandung dibangun dengan biaya 5,573 miliar dolar AS oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia Cina, Hanggoro Budi, mengatakan pihaknya langsung melakukan pengerjaan konstruksi. “Ini kita lakukan utk mengejar target, konstruksi tuntas 2018 sehingga kereta cepat sudah beroperasi 2019,” kata Hanggoro Budi.
Jalur kereta cepat Jakarta-Bandung akan berjarak 140,9 km, menghubungkan empat stasiun: Halim (Jakarta, Karawang, Walini dan Tegal Luar (Bandung). Di setiap stasiun, akan dibangun Transit Oriented Development (TOD) untuk mendorong lahirnya sentra ekonomi baru di koridor Jakarta-Bandung.
“Setiap kereta mampu mengangkut 583 orang sekali jalan. Kecepatannya bisa 350 km/jam. Di setiap stasiun dibangun transit oriented development-nya untuk mendorong lahirnya sentra ekonomi baru di luar Bandung,” tambah Hanggoro. Misalnya, di Walini, akan dibangun kota baru Walini. Sementara di Tegal Luar akan dibangun kota berbasis teknologi informasi.
Namun, rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini ditengarai masih memiliki banyak kendala yang belum teratasi dan berisiko menghambat pembangunannya. Danang Parikesit, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia, menilai, perkiraan dampak ekonomi kereta cepat Jakarta-Bandung perlu direvisi Menurut kajian awal, jumlah penumpang akan mencapai 60.000 per hari. “Itu terlalu optimistis,” katanya.
Di sisi lain, sebagian pengamat juga mempermasalahkan belum matangnya analisis dampak lingkungan untuk pembangunan jalur kereta itu. Seminggu setelah peresmian pembangunan kereta cepat yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, proyek tersebut bahkan belum bisa dimulai karena mendapat berbagai hambatan, terutama soal izin.
Belum keluarnya izin dari kementerian terkait memicu spekulasi tentang masa depan proyek yang menggandeng Cina tersebut. Padahal kehadiran Presiden Joko Widodo dalam peresmian atau groundbreaking pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, di Jawa Barat, pekan lalu sepertinya menyiratkan proyek yang sejak awal marak pro dan kontra ini akan mulus berjalan. Peresmian itu menandai awal dari salah satu proyek besar infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintah.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC), Hanggoro Budi, saat itu menyatakan rasa optimisnya bahwa proyek akan tetap berjalan di tengah pro-kontra yang terjadi. “Secara prosedural, kami sudah memenuhi ketentuan, sesuai surat Pak Menteri (Perhubungan), Pak Dirjen (Perkeretaapian Kementerian Perhubungan), semua dokumen sudah kami sampaikan, sudah dibahas, tapi ada beberapa tambahan permintaan di luar itu (dokumen yang sudah diserahkan),” kata Hanggoro pada wartawan, saat groundbreaking pekan lalu.
Namun sepekan kemudian, menurut Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko, pemerintah sebenarnya sudah mengeluarkan izin trase dan penetapan badan usaha, tapi belum sepakat soal konsesi atau perjanjian penyelenggaraan, izin usaha, dan izin pembangunan.
Salah satu yang menonjol adalah permintaan dari PT KCIK untuk hak monopoli, agar mereka menjadi hanya satu-satunya kereta yang melayani jalur Jakarta-Bandung. “Mereka minta supaya Jakarta-Bandung nggak ada operator lain yang berjalan di sebelahnya, padahal ini kan nggak mungkin gitu. (Seharusnya) Kalau orang mau mbangun di sebelahnya boleh saja, yang penting nanti mereka menghitung laku atau tidak,” kata Hermanto.
Permintaan ini juga, katanya, tak sesuai dengan UU Perkeretaapian yang mengatur soal non-monopoli, sehingga pemberian hak seperti ini dinilai melanggar undang-undang. Poin ‘mendasar’ kedua adalah permintaan PT KCIK yang menginginkan jaminan dari pemerintah jika proyek kereta cepat gagal atau merugi.
Pengamat transportasi, Ellen Tangkudung, juga mengatakan bahwa terlepas dari dua poin mendasar yang belum dicapai kesepakatan, memulai pembangunan kereta cepat bukan hanya soal izin. Ada rangkaian panjang langkah yang harus dipenuhi sebelum izin keluar, mulai dari soal rancangan, titik pemberhentian, pembebasan lahan, sampai AMDAL yang harusnya tuntas sebelum peresmian.
Dan pemenuhan semua syarat itu pun, kata Ellen, tak menjamin bahwa pembangunan proyek bisa berjalan. “Tinggal mulai konstruksi itu artinya semua izin engineering design sudah selesai, izin trase sudah selesai, kemudian ada AMDAL. Syarat bisa membuat AMDAL itu sebenarnya ada studi kelayakan. Tata ruang itu kan tidak dibuat dalam sekejap, apalagi DKI. DKI banyak moda transportasi yang sedang direncanakan, seperti LRT (light rail train) yang katanya akan terkait (dengan kereta cepat). Itu juga belum ada penyesuaian tata ruang. Semuanya itu selesai dulu, baru mulai konstruksi. Tapi kalau seperti ini kan, memang artinya tidak akan segera dimulai,” ujar Ellen.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini rencananya menelan biaya Rp75 triliun dan diwarnai kontroversi dan perdebatan keras sejak awal. Sempat diputuskan untuk dibatalkan, hingga kemudian muncul keputusan membuat proyek sebagai murni inisiatif bisnis tanpa melibatkan APBN. Mereka yang tidak setuju antara lain mengatakan jalur ini tidak perlu dan lebih baik mengalihkan proyek ke luar Jawa yang lebih membutuhkan.(dbs)